Breaking News

Rabu, 20 April 2016

My Sister

                                                       

            Namaku Quita, aku lahir 15 menit setelah saudara kembarku Quina lahir. Kami memang saudara kembar tapi sayangnya dari fisik sampai IQ tidak ada yang kembar antara aku dan Quina.
            Quina memiliki kulit yang terang, bersih,hidung mancung mata lentik dan rambut ikal mayang, sedang aku, kulitku gelap, hidungku, pesek sih enggak tapi kalau di banding Quina jelas beda jauh, tapi kadang aku tidak mempermasalahkan segi fisik, mungkin inilah takdir Allah untukku, sifatku cuek, tidak seperti Quina yang penuh perhatian kepada siapa saja, dan satu yang membuat aku sedih, aku tidak sepandai Quina, aku selalu kalah di dalam segala hal, Tidak ada yang bisa di banggakan dari seorang Quita, aku tidak pernah bisa membahagiakan Mama dan Papa, sampai kelas satu SMApun aku tidak pernah sekalipun membuat mereka bangga, bayangkan Quina selalu rangking satu, bahkan selalu dapat beasiswa, sedang aku naik kelas saja sudah untung bagiku.

            Aku tahu  Mama sedih, setiap kali Mama mengambil raporku, tapi Mama tak pernah marah padaku, bahkan Mama selalu menghiburku.
            “ Siapa bilang anak Mama bodoh, buktinya Quita naik kelas.” Hibur Mama ketika itu.
            “ Quita  nggak bisa ngasih nilai bagus ke Mama, Quita bodoh Ma, tapi mengapa Mama selalu ngebela Quita?”
            “ Karena Quita juga sayangnya Mama.”
            “ Tapi mengapa Mama selalu ngebela Qiuta di hadapan Papa, sebenarnya Papa itu nggak salah Ma bila Papa menghukum Quita,karena memang Qiuta bodoh, IQ Quita di bawah rata-rata.”
            “ Tidak ada orang yang bodoh di dunia ini sayang, kalau kita mau berusaha dan bekerja keras.”
            Betapa bijaknya kata-kata Mama, tapi semua itu tidak bisa menghapus rasa sedih Quita, setiap kali Papa ngasih kado buat Quina karena prestasinya, Papa selalu memuji-muji Quina di depan teman-teman Papa ,betapa bangganya Papa pada Quina.Sebenarnya siapa sih yang nggak ingin pandai seperti Quina?, dan satu hal yang membuat sedih adalah ketika Papa selalu mengenalkan Quina pada teman-teman kantor Papa, Papa selalu memanggil Quina untuk  menemani Papa, tatkala ada teman-teman Papa dan memberi isyarat padaku untuk menyingkir, sedih sekali rasanya.
            “ Coba kalau kamu belajarnya juga rajin seperti Quina, Papa yakin,kamu juga bisa berprestasi seperti dia.”
            “ Tapi Quita juga belajar Pa…”
            “ Tapi mengapa nilaimu selalu jelek, lihat nilai ulangan Quina dapat 100, kok kamu dapat bebek berenang, padahal kualitas soalnya jelas beda, lebih susah kelasnya Quina, kamu itu sudah di taruh di kelas anak-anak yang bodoh masih saja tetap bodoh, harus bagaimana lagi Papa ngajarin kamu.”
            “ Sudahlah Pa, mau belajar sampai mata bengkak juga Quita itu nggak bakalan bisa kalau pelajaran matematika, otak Quita itu sama  saja dengan otak udang, setiap kali Quina ajarin enggak bisa-bisa, capeeek deh.” Kata Quina tanpa memperdulikan perasaanku sebagai saudara kembarnya sedikitpun.
            Aku bodoh…aku bodoh…aku bodoh…, mengapa aku  terlahir sebagai anak bodoh, apakah sampai tua aku akan jadi orang yang bodoh? Teriaku dalam kegelapan malam, aku terus saja berjalan menuju taman kota, tanpa memperdulikan kakiku yang lecet-lecet, karena aku tidak memakai alas kaki. Cahaya bulan yang kata orang-orang begitu indah seakan tersenyum mencibirku, tidak ketinggalan bintang yang hanya tampak satu-satu, semua bersorak-sorai atas kebodohanku, bahkan kunang-kunang yang berseliweran di taman juga serempak mentertawakanku, Oh dunia dan seisinya apakah engkau tahu kalau aku orang bodoh seperti kata-kata Papa, kalau aku orang bodoh sedunia.
            Hanya  taman ini sebagai temanku, aku bisa menghirup udara bebas di sini, di temani bunga-bunga yang harum semerbak, aku duduk di bangku tua yang sedikit lapuk, ku selonjorkan kakiku, sambil sesekali ku pijiti sendiri. Mataku menatap kelangit yang sedikit mendung, tampak bintang-bintang yang berkelap-kelip satu-satu mencoba menyinari wajahku yang tak pernah bersinar, dalam hati aku berbisik, apa aku tidak bisa berprestasi seperti Quina saudara kembarku?
            Tapi aku bisa apa? Pernah suatu kali Mama mengikut sertakan aku dalam lomba busana muslim, Quina juara 1 eh aku malah terjatuh di panggung, bajuku terinjak kakiku,dan brug!!! panggung itu seakan ikut meledekku, semua penonton mentertawakan aku, boro-boro dapat juara, dapat malu segudang sih ia.

            Waktu Mama ikut sertakan aku di lomba karaoke tingkat kecamatan, ini yang mungkin tak pernah bisa aku lupakan dalam hidupku, waktu itu Quina sepertinya juaranya setiap lomba, lagi-lagi ia juara satu dan di suruh lomba di kabupaten, saudara kembarku itu memang hebat, bertumpuk-tumpuk piala, di ruang tengah, tak ada satupun yang menjadi milikku, sedang aku? Ketika aku naik keatas panggung, suaraku yang sember membuat penonton sakit telinga, aku di timpukin botol bekas aqua dan di suruh turun tanpa belas kasihan, mereka tidak tahu kalau aku adalah saudara kembar Quina semalaman aku menangis, sampai mataku bengkak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By