Namaku Quita, aku
lahir 15 menit setelah saudara kembarku Quina lahir. Kami memang saudara kembar
tapi sayangnya dari fisik sampai IQ tidak ada yang kembar antara aku dan Quina.
Quina memiliki
kulit yang terang, bersih,hidung mancung mata lentik dan rambut ikal mayang,
sedang aku, kulitku gelap, hidungku, pesek sih enggak tapi kalau di banding
Quina jelas beda jauh, tapi kadang aku tidak mempermasalahkan segi fisik,
mungkin inilah takdir Allah untukku, sifatku cuek, tidak seperti Quina yang
penuh perhatian kepada siapa saja, dan satu yang membuat aku sedih, aku tidak
sepandai Quina, aku selalu kalah di dalam segala hal, Tidak ada yang bisa di
banggakan dari seorang Quita, aku tidak pernah bisa membahagiakan Mama dan
Papa, sampai kelas satu SMApun aku tidak pernah sekalipun membuat mereka
bangga, bayangkan Quina selalu rangking satu, bahkan selalu dapat beasiswa,
sedang aku naik kelas saja sudah untung bagiku.
Aku tahu Mama sedih, setiap kali Mama mengambil
raporku, tapi Mama tak pernah marah padaku, bahkan Mama selalu menghiburku.
“ Siapa bilang anak
Mama bodoh, buktinya Quita naik kelas.” Hibur Mama ketika itu.
“ Quita nggak bisa ngasih nilai bagus ke Mama, Quita
bodoh Ma, tapi mengapa Mama selalu ngebela Quita?”
“ Karena Quita juga
sayangnya Mama.”
“ Tapi mengapa Mama
selalu ngebela Qiuta di hadapan Papa, sebenarnya Papa itu nggak salah Ma bila
Papa menghukum Quita,karena memang Qiuta bodoh, IQ Quita di bawah rata-rata.”
“ Tidak ada orang
yang bodoh di dunia ini sayang, kalau kita mau berusaha dan bekerja keras.”
Betapa bijaknya
kata-kata Mama, tapi semua itu tidak bisa menghapus rasa sedih Quita, setiap
kali Papa ngasih kado buat Quina karena prestasinya, Papa selalu memuji-muji
Quina di depan teman-teman Papa ,betapa bangganya Papa pada Quina.Sebenarnya
siapa sih yang nggak ingin pandai seperti Quina?, dan satu hal yang membuat
sedih adalah ketika Papa selalu mengenalkan Quina pada teman-teman kantor Papa,
Papa selalu memanggil Quina untuk menemani Papa, tatkala ada teman-teman Papa
dan memberi isyarat padaku untuk menyingkir, sedih sekali rasanya.
“ Coba kalau kamu
belajarnya juga rajin seperti Quina, Papa yakin,kamu juga bisa berprestasi
seperti dia.”
“ Tapi Quita juga
belajar Pa…”
“ Tapi mengapa
nilaimu selalu jelek, lihat nilai ulangan Quina dapat 100, kok kamu dapat bebek
berenang, padahal kualitas soalnya jelas beda, lebih susah kelasnya Quina, kamu
itu sudah di taruh di kelas anak-anak yang bodoh masih saja tetap bodoh, harus
bagaimana lagi Papa ngajarin kamu.”
“ Sudahlah Pa, mau
belajar sampai mata bengkak juga Quita itu nggak bakalan bisa kalau pelajaran
matematika, otak Quita itu sama saja
dengan otak udang, setiap kali Quina ajarin enggak bisa-bisa, capeeek deh.”
Kata Quina tanpa memperdulikan perasaanku sebagai saudara kembarnya sedikitpun.
Aku bodoh…aku
bodoh…aku bodoh…, mengapa aku terlahir
sebagai anak bodoh, apakah sampai tua aku akan jadi orang yang bodoh? Teriaku
dalam kegelapan malam, aku terus saja berjalan menuju taman kota, tanpa
memperdulikan kakiku yang lecet-lecet, karena aku tidak memakai alas kaki.
Cahaya bulan yang kata orang-orang begitu indah seakan tersenyum mencibirku,
tidak ketinggalan bintang yang hanya tampak satu-satu, semua bersorak-sorai
atas kebodohanku, bahkan kunang-kunang yang berseliweran di taman juga serempak
mentertawakanku, Oh dunia dan seisinya apakah engkau tahu kalau aku orang bodoh
seperti kata-kata Papa, kalau aku orang bodoh sedunia.
Hanya taman ini sebagai temanku, aku bisa menghirup
udara bebas di sini, di temani bunga-bunga yang harum semerbak, aku duduk di
bangku tua yang sedikit lapuk, ku selonjorkan kakiku, sambil sesekali ku pijiti
sendiri. Mataku menatap kelangit yang sedikit mendung, tampak bintang-bintang
yang berkelap-kelip satu-satu mencoba menyinari wajahku yang tak pernah
bersinar, dalam hati aku berbisik, apa aku tidak bisa berprestasi seperti Quina
saudara kembarku?
Tapi aku bisa apa?
Pernah suatu kali Mama mengikut sertakan aku dalam lomba busana muslim, Quina
juara 1 eh aku malah terjatuh di panggung, bajuku terinjak kakiku,dan brug!!!
panggung itu seakan ikut meledekku, semua penonton mentertawakan aku, boro-boro
dapat juara, dapat malu segudang sih ia.
Waktu Mama ikut
sertakan aku di lomba karaoke tingkat kecamatan, ini yang mungkin tak pernah
bisa aku lupakan dalam hidupku, waktu itu Quina sepertinya juaranya setiap
lomba, lagi-lagi ia juara satu dan di suruh lomba di kabupaten, saudara
kembarku itu memang hebat, bertumpuk-tumpuk piala, di ruang tengah, tak ada
satupun yang menjadi milikku, sedang aku? Ketika aku naik keatas panggung,
suaraku yang sember membuat penonton sakit telinga, aku di timpukin botol bekas
aqua dan di suruh turun tanpa belas kasihan, mereka tidak tahu kalau aku adalah
saudara kembar Quina semalaman aku menangis, sampai mataku bengkak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar